Tampilkan postingan dengan label sejarah bahasa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah bahasa. Tampilkan semua postingan

BEHAVIOURISTIK


         Menurut pandangan kaum behavioris, tidak ada struktur linguis yang dibawa anak sejak lahir (anak kosong dari bahasa). Anak lahir seperti kain putih tanpa catatan tanpa potensi bahasa. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar yang akhirnya akan membentuk akuisisi bahasa.
Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang dipindahkan melalui pewarisan kebudayaan (sama seperti belajar mengemudi).
 Menurut teori bahavioris proses akuisisi bahasa terjadi melalui perubahan tingkah laku yang terjadi karena lingkungan.
Coba kita lihat model Stimulus dan Respon dari Bloom Field. S - r……..s - R. Dari model tersebut terlihat bahwa setiap ujaran yang dihasilkan merupakan reaksi/respon dari stimulus.
Contoh: Bu, saya minta roti.
Sebelum ujaran tersebut muncul telah ada stimulus yaitu lapar.
Seorang tokoh behavioristik yaitu Skinner dalam bukunya Verbal Behavior membangun teori akuisisi bahasa berdasarkan percobaannya terhadap binatang yang ditempatkan dalam sebuah kotak. Oleh karena itu dinamakan Skinner’s Boxes.
Skinner menempatkan seekor tikus dalam sebuah kotak yang di dalamnya terdapat dua buah tombol.
Jika tikus menginjak tombol pertama, maka akan jatuh makanan, dan jika tombol kedua yang diinjak, akan jatuh bedak gatal pada badan tikus.
Dengan pengalaman yang berulang-ulang maka pada akhirnya tikus terbiasa menekan tombol pertama yang mengeluarkan makanan.
Dari tingkah laku tikus itu, diambil kesimpulan: Jika perbuatan tertentu terjadi berulang-ulang maka akan terjadi penguatan positif atau negatif. Penguatan positif (+) bila suatu perbuatan terus berlangsung/berulang; negatif (-) bila suatu perbuatan tidak terus berlangsung/berhenti.
Dari percobaan terhadap binatang tersebut, Skinner membangun teori akuisisi bahasa berdasarkan konsep behavioris.

Ia berpendapat bahwa anak-anak mengakuisisi bahasa melalui lingkungan dengan cara meniru yang berlangsung secara berulang-ulang. Ujaran-ujaran tersebut akan mendapat pengukuhan berupa pembenaran yang berarti tuturan yang dibuat anak akan direspon oleh lingkungan.
Bila kata atau tuturan tersebut salah, maka lingkungan tidak akan merespon atau tidak memberikan pembenaran pada tuturan tersebut. Dengan demikian, anak akan berupaya untuk membuat tuturan yang gramatikalnya benar agar ia diterima keberadaannya dalam lingkungan tersebut.

SEJARAH BAHASA INDONESIA



Dewasa ini, bangsa Melanesia menggunakan bahasa Indonesia sebagaimana bahasa ini adalah “bahasa pemersatu”,yang mendapat tempat utama dalam media komunikasi formal, baik sebagai bahasa teks maupun lisan, di sekolah, perkantoran, hingga media cetak dan elektronik.
            Memang, ada sisi baiknya, bahasa Indonesia memainkan peran penting sebagai “jembatan” komunikasi menerobos diversitas linguistik yang berbeda satu sama lain (termasuk di Papua), dan memungkinkan para penuturnya menjangkau dunia pendidikan modern. Namun, mesti disadari pula akan sisi buruknya, bahasa Indonesia menjadi dominan sehingga bahasa-bahasa lain keumgkinan akan tersisihkan. Entah bahasa Batak, Jawa, Bali, dan termasuk 250 bahasa etnis Melanesia di tanah Papua. Padahal, Bahasa Indonesia baru digunakan secara serius sejak 1950 di Papua oleh para pendakwah dan pejabat kolonial dalam rangka ‘menyatukan’ wilayah Papua dengan wilayah Hindia Belanda lainnya. Hal ini berlangsung seiring dengan kebijakan diskriminasi kolonial Belanda yang hanya memperbolehkan bahasa Belanda diajarkan pada garis keturunan tertentu saja.
            Apabila menenggok lebih jauh ke masa sebelumnya, bangsa Melanesia sebenarnya belum cukup dikenal para nasionalis Indonesia selain sebagai koloni Belanda yang dalam banyak hal tidak terlibat langsung dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Di luar itu, wilayah ini cukup terisolir dari koloni Belanda di sebelah barat kecuali wilayah pesisir utara yang menjalin hubungan dagang tradisional dengan Maluku. Selebihnya, hanya ada bayang-bayang penjara besar–Boven Digul, di tengah sebagian besar masyarakat yang masih hidup di zaman batu (Benedict Andersson: 2002)
            Ini berarti, bangsa Melanesia tidak terlibat dalam beberapa proses sejarah penting, terkait dengan penggunaan bahasa Indonesia. Pertama, saat bahasa Indonesia dipermaklumkan sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 1928, tidak ada yang mewakili bangsa Papua dalam peristiwa tersebut. Kedua, saat bahasa Indonesia dianjurkan semasa pendudukan Jepang untuk menggusur bahasa Belanda. Hal itu tidak terjadi di Papua apalagi karena pertimbangan militer dan kondisi sosial politik waktu itu. Jepang membagi Hindia Belanda menjadi tiga wilayah koloni terpisah dan Papua berada di bawah Angkatan Laut yang berpusat di Makasar. Ketiga, saat bahasa Indonesia dipergunakan sebagai wahana perlawanan menyerang kolonialisme yang dipuncaki proklamasi kemerdekaan RI 1945 justru bangsa Papua belum mengenal NKRI.
            Dari tiga fakta ini, bisa dibilang bahasa Indonesia adalah produk historis yang dalam prosesnya tidak sepenuhnya melibatkan bangsa Melanesia. Barulah, pada tahun 1963, ketika Orde Lama mencanangkan operasi Trikora dan disusul pelaksanaan Pepera semasa Orde Baru tahun 1969, bahasa Indonesia mulai dijadikan bahasa resmi di Papua.
            Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia sebagaimana disiratkan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Meski demikian, ia hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Melayu pasar, bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain-lain. Untuk sebagian besar lainnya, bahasa Indonesia adalah bahasa kedua dan untuk taraf resmi bahasa Indonesia adalah bahasa pertama. Bahasa Indonesia ialah sebuah dialek bahasa Melayu yang menjadi bahasa resmi Republik Indonesia. Kata “Indonesia” berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu Indos yang berarti India dan nesos yang berarti pulau. Jadi, kata Indonesia berarti kepulauan India atau kepulauan yang berada di wilayah India.
            Bahasa Indonesia diresmikan pada kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1945. Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah, “jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”. Selain itu, sebagaimana diungkapkan dalam Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, Sumatra Utara, “…bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju. Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melaju jang disesuaikan dengan pertumbuhannja dalam masjarakat Indonesia”.
            Secara sejarah, bahasa Indonesia merupakan salah satu dialek temporal dari bahasa Melayu yang struktur maupun khazanahnya sebagian besar masih sama atau mirip dengan dialek-dialek temporal terdahulu seperti bahasa Melayu Klasik dan Kuno. Secara sosiologis, bolehlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia baru dianggap “lahir” atau diterima keberadaannya pada tanggal 28 Oktober 1928. Secara yuridis, baru tanggal 18 Agustus 1945 bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya.
            Fonologi dan tata bahasa dari bahasa Indonesia cukuplah mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai penghantar pendidikan di perguruan-perguruan di Indonesia.
            Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan). Namun, pada waktu itu, belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
            Awal penciptaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu) tetapi beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.

PENYEMPURNAAN EJAAN



Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

Ejaan van Ophuijsen
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.


Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)[sunting sumber]

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Perubahan:Indonesia
(pra-1972)       Malaysia
(pra-1972)       Sejak 1972
tj          ch        c
dj         j           j
ch        kh        kh
nj         ny        ny
sj          sh         sy
j           y          y
oe*      u          u


Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
Daftar kata serapan dalam bahasa Indonesia[sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kata serapan dalam bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lain.Asal Bahasa          Jumlah Kata
Belanda                       3.280 kata
Inggris                         1.610 kata      
Arab                            1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuno 677 kata
Tionghoa                     290 kata
Portugis                       131 kata
Tamil                           83 kata
Parsi                            63 kata
Hindi                           7 kata

Sumber: Buku berjudul "Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia" (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).

Adapun jumlah kata-kata yang diserap dari bahasa Nusantara dalam KBBI Edisi Keempat ditunjukkan di dalam daftar berikut:[18]Asal bahasa            Jumlah kata
Jawa                1109 kata
Minangkabau  929 kata
Sunda              223 kata
Madura            221 kata
Bali                  153 kata
Aceh                112 kata
Banjar              100 kata

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING DALAM BAHASA INDONESIA



1)      Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
2)      Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
3)      Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
4)      Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
5)      Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
6)      Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
7)      Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945 yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
8)      Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
9)      Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
10)  Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
11)  Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
12)  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
13)  Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
14)  Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
15)  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
16)  Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.