Alih kode merupakan gejala peralihan penggunaan bahasa disebabkan situasi yang berubah. Dalam masyarakat tertentu, terutama kelompok pengguna tingkatan sosial bahasa (undak usuk), terdapat alih kode yang terjadi perlahan-lahan atau tidak begitu drastis.
Sebagai contoh, bahasa Jawa, seperti yang diungkapkan Soewito, sudah biasa terjadi.
Apabila ada dua remaja Jawa, lelaki dan perempuan yang pertama kali berkenalan, pada awalnya kedua pihak memakai bahasa Jawa Krama (Inggil). Pihak lelaki memanggil pihak perempuan dengan sapaan "Mbak" (meskipun bisa saja kalau dia lebih tua dari yang disapa).
Sebaliknya, wanita menggunakan sapaan "Dik" (walaupun misalnya dia sadar bahwa dia lebih muda dari orang tadi).
Sebaliknya, wanita menggunakan sapaan "Dik" (walaupun misalnya dia sadar bahwa dia lebih muda dari orang tadi).
Nah, setelah berkenalan keduanya pun bertambah akrab lalu ereka akan berlaih kode ke ragam madya atau sepotong krama septong ngoko. Kata sapaan yang digunakan menjadi tidak jelas; biasaya hanya “berkono-konoan”saja.
Misalnya: Lha kono priye? (lhao di situ (kamu) bagaimana?)
Selanjutnya, perkenalan mereka menjadi akrab dan mendalam mereka akan berlaih kode lagi menggunakan ragam ngoko.
Selanjutnya, perkenalan mereka menjadi akrab dan mendalam mereka akan berlaih kode lagi menggunakan ragam ngoko.
Sekarang Sang Putra menyapa menggunakan kata sapaan "Dik" sedangkan Sang Putri memakai kata sapaan "Mas". Bila suatu saat keduanya jadi bersuami istri, terjadi lagi alih kode dengan menggunakan ragam ngoko halus. Kata sapaan yang mereka gunakan pun berubah menjadi "Bu" dan "Pak".
EmoticonEmoticon